Penulis : Muhammad Furqan MD
Mahasiswa Magister Manajemen Dakwah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Pengurus Pusat Kerohanian dan Moderasi Beragama UIN Ar-Raniry Banda Aceh
INVIEW.ID OPINI - Moderasi beragama merupakan strategi penting dalam mencegah sikap intoleran di perguruan tinggi Islam di Aceh. Perguruan tinggi seperti UIN Ar-Raniry dan Unsyiah di Kota Banda Aceh telah menunjukkan kemampuan dalam mengimplementasikan moderasi beragama, yang membantu mencegah lahirnya paham radikalisme dan ekstrimisme.
Dengan pendidikan moderasi beragama, mahasiswa dapat dipersiapkan untuk menghadapi perbedaan agama dan budaya dengan toleransi dan harmoni, sehingga mengurangi gesekan antar kelompok.
Pengimplementasian moderasi beragama di perguruan tinggi Aceh juga didukung oleh beberapa prinsip penting, seperti komitmen kebangsaan, toleransi, anti radikalisme, dan akomodatif terhadap kearifan lokal.
Dengan demikian, perguruan tinggi tersebut dapat menjadi pusat pengembangan moderasi beragama yang efektif, membantu mewujudkan visi Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin.
Namun, perlu diingat bahwa hambatan seperti faktor bahasa dan kebudayaan Aceh masih perlu diperhatikan. Oleh karena itu, penting bagi pihak perguruan tinggi dan masyarakat untuk terus mendukung dan memperkuat lingkungan yang mendukung moderasi beragama.
Sehingga dapat meningkatkan kesadaran dan praktik toleransi di kalangan mahasiswa. Dengan demikian, perguruan tinggi Islam di Aceh dapat menjadi contoh yang baik dalam mencegah sikap intoleran dan mempromosikan harmoni keagamaan.
Penerapan konsep moderasi beragama di Aceh dapat dilakukan dengan beberapa cara efektif, yaitu:
1. Pendidikan Moderasi Beragama, Pendidikan moderasi beragama harus diterapkan secara konsisten untuk mengubah sudut pandang keagamaan yang selama ini merasa benar sendiri dan menganggap sesat orang lain. Hal ini dapat membantu mencegah lahirnya paham radikalisme dan ekstrimisme di kampus.
2. Pengembangan Kurikulum, Kurikulum yang memuat studi syariat Islam di Aceh harus diperkuat untuk membangun kelompok terdidik yang toleran. Kurikulum ini harus mencakup nilai-nilai moderasi beragama dan mengajarkan keberagamaan yang luas dan tidak parsial.
3. Pusat Kerohanian dan Moderasi Beragama (PKMB), PKMB seperti yang ada di UIN Ar-Raniry dapat berperan sebagai ruang bebas untuk membangun sikap moderasi beragama. PKMB ini dapat menjadi pusat pengembangan moderasi beragama yang efektif.
4. Penggunaan Teknologi, Teknologi dapat digunakan untuk menyebarkan moderasi beragama. Misalnya, melalui media sosial, dapat dilakukan kegiatan positif dan dialog yang memadai untuk mempromosikan moderasi beragama.
5. Membangun Lingkungan yang Mendukung, Lingkungan perguruan tinggi harus mendukung moderasi beragama. Hal ini dapat dilakukan dengan memperkuat kearifan lokal dan menghilangkan gesekan antar kelompok agama atau suku.
6. Melibatkan Generasi Millenial, Generasi milenial harus dilibatkan dalam kegiatan positif di masyarakat untuk membangun moderasi beragama. Mereka dapat menjadi agent of change dalam masyarakat.
Dengan menerapkan strategi-strategi ini, perguruan tinggi Islam di Aceh dapat menjadi contoh yang baik dalam mencegah sikap intoleran dan mempromosikan harmoni keagamaan.
Secara historis, umat Islam diturunkan juga pada ‘waktu’ yang pertengahan. Tidak difase awal (zaman Nabi Adam dan seterusnya) atau zaman modern yang teknologi sudah serba canggih.
Kondisi pertengahan ini, membuat Islam menjadi rujukan (ispirasi) sehingga bisa menerapkan konsep keseimbangan khususnya bagaimana menyikapi masa lalu dan bagaimana mempersiapkan masa depan.
Apabila Islam di turunkan di fase awal manusia diciptakan, maka tidak ada ajaran terkait sejarah masa lalu. Sedangkan jika Islam diturunkan pada masa modern, juga tidak ada ajaran terkait memprediksi masa depan.
Pemahaman tentang moderasi beragama identik digunakan untuk menangani masalah konservatisme beragama, terutama yang sering disebut sebagai kelompok ekstrem kanan. Karena itu, pemahaman tentang moderasi beragama yang hanya cenderung diarahkan kepada gerakan ultra konservatif belum dikatakan memenuhi pemahaman yang utuh tentang moderasi beragama itu sendiri.
Sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa moderasi beragama adalah paham keagamaan yang berimbang, yaitu pemahaman keagamaan yang berada di tengah-tengah yang tidak condong ke kanan atau ke kiri, sehingga moderasi beragama tidak tepat kalau hanya diarahkan untuk menengahi paham keagamaan konservatif yang radikal.
Selanjutnya peran tokoh agama dalam menjaga kesatuan antar umat beragama merupakan salah satu aspek penting dalam menyongsong moderasi beragama yang hakiki. Dalam konteks Perguruan Tinggi Islam di Aceh, tokoh agama memiliki peran strategis dalam mempromosikan toleransi, kerja sama, dan harmoni di antara umat beragama.
Mereka harus mampu memberikan pemahaman yang baik dan benar tentang toleransi antar umat beragama, serta menciptakan kegiatan bersama yang melibatkan umat beragama untuk meningkatkan persatuan dan kesatuan di antara para pemeluk agama.
Dalam Perguruan Tinggi Islam di Aceh, peran tokoh agama dapat ditingkatkan melalui pelatihan dan pendidikan yang lebih intensif tentang moderasi beragama.
Hal ini dapat membantu mereka menjadi lebih efektif dalam menjaga kerukunan dan mempromosikan toleransi di antara umat beragama. Dengan demikian, Perguruan Tinggi Islam di Aceh dapat menjadi contoh yang baik dalam menerapkan moderasi beragama yang hakiki dan menjaga kesatuan antar umat beragama.
Dalam kesimpulan, moderasi beragama merupakan langkah strategis dalam mencegah sikap intoleran di perguruan tinggi Islam di Aceh.
Dengan pendidikan yang mempromosikan toleransi, harmoni, dan akomodasi terhadap kearifan lokal, perguruan tinggi di Aceh dapat menjadi pusat pengembangan moderasi beragama yang efektif dan relevan dalam konteks keberagaman modern.{**)